Aku, Kamu, Dia, dan Mereka
Kita adalah Sahabat
Perjalanan kita
hari ini cukup melelahkan yah, banyak masalah yang bermunculan tetapi kita bisa
melewatinya dengan baik dan penuh kesabaran. Hujan menghadang kita untuk pergi
ke kampus tercinta, kampus idaman para seniman, Fakultas Sastra. Kampus yang
asri nan damai, dipenuhi lampu-lampu berpijar di pepohonan, bisa dinikmati
keindahannya ketika menjelang malam. Aku dan Emma meresapi perjalanan yang
becek penuh genangan air. Kita berjalan dengan satu payung, lebih romantis dari
indahnya pacaran. Bagiku, romantis itu tak harus bersama pacar, tapi bersama
orang-orang yang ada di dekat kita, termasuk sahabat.
Hujan begitu
asyik memainkan iramanya, mengalunkan melodi-melodi indah bersama rintikan
gerimis. Sedangkan kita basah kuyup, mengingat payung yang kita pakai terlalu
kecil untuk berdua. Kita berteduh di depan sebuah kos-kosan yang tak begitu
besar. Cukup untuk menaungi kita dari terjangan sang hujan. Kita menunggu dan
menunggu sampai hujan reda. Tetapi sepertinya hujan tak ingin berhenti menjamah
bumi. Dan akhirnya, kita meneruskan perjalanan menuju kampus hijau. Aku biasa
menyebutnya kampus hijau, karena banyak tumbuhan hijau yang menghiasi kampus
sastra. Kampus yang identik dengan warna hijau. Warna kesukaanku, dan warna
kebanggaan yang mencerminkan kampus sastra tempat yang asri dengan tumbuhan
hijau di dalamnya.
Di tengah
perjalanan, kita berjalan pelan, karena banyak genangan air yang harus kita
lewati. Tiba-tiba ada sebuah motor yang lewat di samping kita dengan kecepatan
yang tak terkendali sehingga genangan air itu muncrat dan menyembur tubuh kita.
Entah orang itu tidak bisa mengendarai motor, atau memang tidak melihat kalau
ada orang, atau mungkin dia terburu-buru ada urusan. Aku hanya bisa tersenyum,
dari kejadian itu aku mendapatkan pelajaran agar lebih berhati-hati mengendarai
motor dan menghormati para pejalan kaki. Karena dari kejadian itu aku bisa
merasakan bagaimana rasanya menjadi pejalan kaki.
Setelah sampai
di kampus tercinta, kita segera menuju ke kamar mandi. Mencuci kaki yang kotor
dan segera menuju ke ruangan kelas. Sekarang kita UTS P.Jurnalistik. Aku dan
Emma sama, sama-sama pelupa. Bahkan ruangan ujian saja kita lupa. Kita berjalan
kebingungan mencari kelas. Namun belum juga ketemu. Dan akhirnya aku
menyuruhnya mengambil laptop di dalam tas dan memintanya untuk melihat jadwal
kembali. Ketika laptop sudah dikeluarkan, tiba-tiba teman yang satu kelas
dengan kita datang. Akupun memasukkan laptop ke dalam tas kembali lalu
mengikuti langkah temanku itu.
Sesampainya di
kelas, kita kebingungan lagi. Bingung bagaimana cara mengerjakan ujian karena
semalaman tidak belajar. Efek dari tugas Sosiologi Sastra yang mengharuskan
kita deadline. Tapi yang lebih membingungkan
lagi yaitu Emma. Aku melihat raut wajahnya muram dan ditekuk. Dengan santai aku
bertanya kepadanya “Kamu kenapa beb?”. Namun dia masih diam lalu mencari-cari
sesuatu di dalam tasnya. Dia pun berkata “Beb, tadi Hpku ditaruh dimana ya??”.
Aku skeptis mendengar pertanyaannya, lalu aku bertanya balik kepadanya, “Loh,
memangnya tadi kamu taruh dimana beb?”. Dia pun diam dan mengingat-ingat dimana
dia menaruh Hpnya. Sedangkan aku mencoba merogoh isi di dalam tasnya. Namun tak
menemukan barang seperti yang dicarinya. “Kayaknya tadi aku naruh di meja depan
warung ibu kosmu beb.” Katanya, sembari berharap ada orang baik yang menolong
Hp itu dan mengembalikannya.
Bel tanda masuk
sudah berbunyi, penjaga ruangan pun masuk lalu membagian soal dan kertas
jawaban. Sebelum mengerjakan ujian, aku berkata kepada sahabatku, “Tenang beb,
Hpmu gak bakalan hilang kok.” kebetulan kita duduk bersebelahan jadi aku bisa
lebih bebas berbicara dengannya. Berharap agar dia bisa konsentrasi mengerjakan
ujiannya dan tidak kefikiran kepada Hpnya yang hilang.
Ujian sudah selesai,
Aku dan Emma segera mengambil tas dan berencana untuk pergi ke kos mengecek
keberadaan Hpnya. Tapi sebelum berangkat, Aku mencoba menghubungi nomornya
karena dia yang memintaku untuk mencoba memiscall nomornya. Panggilan masuk
namun tidak ada jawaban. Kita bergegas menuju ke tempat dimana Emma meninggalkan
Hpnya. Agar lebih cepat, aku meminta antar kepada sahabatku yang bernama Nisak.
Dia selalu setia menjemput dan mengantarku. Gadis yang cantik, mungil, dan baik
hati. Dia selalu pulang pergi setiap hari, dia bilang tidak dibolehin ngekos
sama ortunya. Maklum, dia kan anak tunggal, jadi lebih disayang dan
diperhatikan oleh orang tuanya.
Dengan
berbonceng tiga yang dikendarai oleh Nisak, akhirnya kita sampai di warung
tempat kos ku. Emma segera menuju ke warung ibu kos dan bertanya apakah Hpnya
ada yang menolong. Dan Alhamdulillah, ada orang baik yang menolongnya dan
menitipkannya pada ibu kosku. Aku melihat keceriaan lagi di wajah Emma, dia
kembali tersenyum seperti semula. Dari kejadian ini aku memetik sebuah pesan
yang tersirat, jangan suka teledor dalam menaruh sesuatu apalagi barang yang
berharga.
Selanjutnya,
kita kembali ke kampus karena ada tugas yang harus diselesaikan yaitu sosiologi
sastra. Satu tugas ini membuat pikiranku mumet, rasanya otakku ingin berpindah
dari belakang ke depan. Sudah semalaman mengerjakan tugas ini, tetapi masih
saja belum selesai. Tugasnya mumet bin jlimet. Temanku bilang, ini tugas untuk
Mahasiswa S2 tetapi sudah diberikan ke Mahasiswa S1. Hingga akhirnya kita hanya
bisa mengangguk dan geleng-geleng kepala. Sesulit apapun tugasnya kalau
dikerjakan pasti akan selesai. Aku menunggu teman-teman satu kelompokku di
pendopo Fakultas Sastra. Mereka susah sekali disuruh berkumpul. Seperti inilah
yang membuatku kesal jika ada tugas kelompok. Ujung-ujungnya masih aku yang
dijadikan korban.
Setelah tugasnya
selesai, kita masih saja kebingungan. Hujan turun tanpa diinginkan, sedangkan
kita harus segera ngeprint tugas Sosiologi Sastra karena wajib dikumpulkan
sekarang. Aku ingin marah pada hujan. Tapi hujan tak pernah salah. Hujan adalah
karunia Tuhan yang harus disyukuri adanya. Detik demi detik, akhirnya hujan
reda. Kita cepat-cepat ngeprint tugas kemudian mengumpulkannya. Aku, Nisak,
Sofi, dan Duwik satu ruangan yaitu di ruang 6. Sedangkan Emma beda kelas dengan
kita.
Setelah
mengumpulkan tugas, kita merasa lapar dan ingin makan bakwan. Kita bersama-sama
membeli bakwan yang ada di samping ruang 1 Fakultas Sastra. Aku, Emma, Nisak,
dan Sofi memesan semangkuk bakwan dan Duwik memesan sebungkus bakwan. Kita
memakan bakwan bersama di Ruang 1. Kehangatan bakwan terasa begitu nikmat
ketika dimakan dalam suasana hujan dan dingin.
Bakwan sudah
habis, kita merasa kekenyangan dan kepedasan. Kita memesan 1 gelas air minum.
Berbeda dengan Sofi, dia memesan 2 gelas air minum. Anak ini seringkali
dehidrasi, mungkin kekurangan cairan. Hahahaha..
Butiran air
hujan terus berjatuhan, sedangkan kita sudah lemas, ingin beristirahat, dan
ingin segera kembali ke kosan. Kecuali Duwik, dia tidak langsung pulang karena
masih ada ujian Filsafat. Nisak dan Sofi mengendarai motornya dan kembali ke
tempat peristirahatan masing-masing. Sedangkan aku dan Emma, berjalan menyusuri
jalan dengan sebuah payung sembari bermain dengan butiran air hujan. Aku
menikmatinya...
Tuhan,
Terimakasih untuk kebahagiaan di hari ini J
Selasa,
07-04-2015